Cerita ini adalah seorang suami yang merasa bosan dengan istrinya lalu
mencoba bertukar istri dengan saudara kembarnya. Istri saudaranya
tersebut berpenampilan menarik, cantik dan wangi. Sampai sejauh itukah
hubungan mereka? Apakah semuanya sesuai harapannya?
Baca kisahnya di bawah ini.
Senyumnya
mengembang menyambutku sepulang dari kantor. Seperti biasa, wanita itu
mengajakku duduk di sofa. Kemudian wanita itu membuka sepatuku, kaus
kakiku dan tidak lupa menyuguhkan secangkir teh manis hangat dan
sepiring kue kesukaanku.
Dia adalah Yuni. Istriku yang sudah 13
tahun menemaniku dan telah memberiku 3 orang anak yang lucu.Ketika awal
menikah, Yuni seorang wanita karir yang cantik dan menarik. Sungguh,
Yuni benar-benar membuatku jatuh cinta.
Namun sejak kelahiran
Daffa anak pertama kami, dia memutuskan untuk berhenti dari perusahaan
tempatnya bekerja. Heny ingin lebih fokus dalam merawat dan mendidik
anak-anak kami.
Aku tak mempermasalahkan alasannya. Aku ikut
senang dan mendukungnya. Penghasilanku sudah lebih dari cukup untuk
kebutuhan rumah tangga kami.
Namun seiring berjalannya waktu,
Yuni telah berubah di mataku. Yuni tak semenarik dulu lagi. Sibuknya
Yuni dalam mengurus rumah tangga dan merawat anak-anak kami, membuat
Yuni lalai dalam merawat dirinya. Yuni jarang menggunakan make up,
parfum, dan sering kali memakai daster butut yang selalu setia
menemaninya di rumah. Menurut Yuni, sangat nyaman dan adem bila memakai
daster di cuaca yang sangat panas.
“Mau makan malam atau mandi dulu mas?” Yuni membuyarkan lamunanku.
Di
tangannya sudah siap handuk dan baju gantiku. Mataku sempat melirik
sebuah foto pernikahan di dinding dengan tulisan dibawahnya: Yuni &
Adi. Kami tampak begitu bahagia dan serasi.
“Mandi saja dek, tadi di kantor aku sudah makan”,
Aku terpaksa berbohong, meski sebenarnya aku belum makan, pemandangan lusuh yang ada di mataku telah merusak selera makanku.
Sementara
di kantor, rekan-rekan wanitaku tampilannya modis dan wangi namun di
rumah wanita yang menyambutku berbeda bagai langit dan bumi. Istriku
yang memakai daster lusuh dan berdandan sangat natural.
Selesai
mandi, segera aku masuk ke kamar Daffa. Dia tengah tertidur pulas. Di
usianya yang masih 10 tahun, sudah terlihat wajahnya mengadopsi wajahku.
Kukecup keningnya, selanjutnya aku beranjak menuju kamar Zahra dan
Nadia. Mereka masih tidur dalam satu kamar. Kecantikan wajah keduanya
mewarisi wajah Yuni, istriku. Setelah kucium keduanya yang sedang
terlelap, segera aku beranjak menuju kamar tidurku.
Di dalam
kamar, istriku sedang menyalakan lampu tidur. Aku segera berbaring ke
tempat tidur yang telah rapi. Meski di rumah tidak ada pembantu rumah
tangga, namun istriku mampu mengerjakan hampir semua pekerjaan rumah
dengan baik. Dia memang tergolong wanita yang rajin, seolah-olah tidak
ada capeknya.
“Bagaimana dengan pekerjaannya di kantor, mas ?”
“Baik dek” aku biasa memanggilnya dengan sebutan adek.
“Bener nggak ada masalah mas? Kok kuperhatikan akhir-akhir ini mas banyak diam”
“Iya, ngggak apa-apa kok,”
“Syukurlah
kalau begitu mas” Yuni ikut naik ke ranjang sambil menyelimuti tubuhku
dengan selimut yang lembut dan wangi. Aku memang tidak terlalu kuat
dengan dingin AC.
Aku tidak bisa nyenyak dalam tidurku, jujur aku
merasakan suatu kebosanan dengan kehidupanku. Disampingku istriku tidur
dengan memakai daster kembang-kembang warna kuning yang juga dipakainya
saat hamil Daffa anak pertamaku, yaaa…. berarti sudah 10 tahun lebih
usia daster lusuh itu. Sungguh menjadi inspirasi untuk datangnya mimpi
burukku.
Saat makan siang di kantor aku mengutarakan tentang
kehidupan rumah tanggaku yang membosankan kepada Rudi dan Rio temen
akrabku. Sambil tersenyum, silih berganti mereka mendengarkan keluhanku.
“Itu
karena kamu terlalu monoton Adi, terlalu lurus berumah tangga.
Sekali-kali cobalah melakukan sesuatu yang ekstrim untuk membakar
kembali gelora jiwamu” Rudi nyerocos sambil menikmati sepiring nasi
goreng.
“Betul tuh kata Rudi, cobalah melakukan sesuatu yang
ekstrim agar kehidupan rumah tanggamu tidak monoton, dengan cara
selingkuh misalnya, tuh.. diem-diem Siska, anak baru di departemen kita
kuperhatikan sering curi-curi pandang ke kamu Ar, udah… jadiin aja Siska
selingkuhanmu, aku yakin dengan berselingkuh kamu akan menemukan
kembali apa yang selama ini hilang dari hidupmu” Rio turut memberikan
usulannya.
Benar juga kata mereka, Siska anak baru di
departemenku memang kuperhatikan sering curi-curi pandang, senyum serta
sorot matanya menyiratkan sesuatu maksud tertentu kepadaku.
Meski
di usiaku yang menginjak 38 tahun, namun ketampananku belum pudar,
ditambah lagi posisiku di kantor yang cukup mapan, aku yakin tidak
terlalu sulit buatku mendapatkan seorang wanita.
“Aku tidak mau terjebak dengan komitmen kepada seorang wanita sob, ada usulan lain nggak?”
“Kalau
tidak mau susah-susah pelihara kambing, langsung beli satenya aja,
ngerti kan maksudku di” kata Rudi dengan senyum nakalnya.
“Kita
bisa kok mengantarmu ke tempat gadis-gadis cantik yang akan memuaskanmu,
cinta satu malam, puas, tanpa komitmen, bayar, pulang deh berkumpul
lagi bareng keluarga” Rio turut menimpali.
“Ok deh, thanks ya sob masukannya, aku pikir-pikir dulu.”
“Iya
tapi jangan terlalu lama mikirnya, keburu digaet pak bos tuh si Siska,
tahu sendiri bos kita nggak bisa lihat cewek bohay dikit” kata Rudi.
Untuk
berselingkuh dengan wanita lain aku masih belum berani, demikian juga
untuk berzinah, tidak pernah ada dalam kamusku. Dalam kekalutanku aku
menghubungi Bimo, kakakku untuk bertemu saat makan siang.
Akhirnya
pertemuanku dengan kakakku Bimo, akan terlaksana juga. Syukurlah di
tengah kesibukannya, ia masih sempat meluangkan waktu untuk mendengar
curahan hatiku.
“Hallo… sudah lama nunggu Di?” Bimo tersenyum menghampiriku.
Bimo
mengenakan atasan setelan hem biru lengan panjang dan dipadukan dengan
celana panjang hitam. Melihatnya, seolah aku sedang bercermin. Kita
memang saudara kembar, namanya Bimo, dia lebih tua 10 menit dariku,
sehingga antara kami berdua tidak ada yang memanggil kakak atau adik
melainkan langsung dengan nama kami masing-masing.
“Begitulah Bim, masalah berat yang sedang aku hadapi”
Kening
Bimo langsung berkerut pertanda sedang berfikir setalah mendengarkan
panjang lebar curhatku, tidak lupa usulan teman-temanku Rudi dan Rio aku
sampaikan kepadanya.
Bimo telah menikah juga dan baru dikaruniai
1 orang anak. Pernikan kita dahulu dilaksanakan dalam waktu yang
bersamaan. Masih teringat ekspresi para tamu undangan yang
tersenyum-senyum menyaksikan dua pasang pengantin dengan mempelai pria
kembar identik. Ketika bersalaman tidak henti-hentinya para tamu
berpesan kepada Yuni istriku, dan kepada Rosa istri Bimo,
“Awas jangan sampai tertukar ya suaminya di malam pertama!!”
Kami pun hanya bisa tersenyum membayangkan malam pertama tertukar, hihihi
“Semua
keluarga pasti ada permasalahan Di, akupun juga tidak luput dari
permasalahan keluarga” Bimo berucap sambil menghisap sebatang rokok.
Di
mataku Bimo laki-laki yang sangat beruntung, punya istri Rosa yang
cantik, seksi dan wangi. Tidak seperti Yuni yang lusuh dan bau minyak.
Rosa seorang sekretaris pada sebuah perusahaan minyak asing. Kemanapun
tampilannya selalu modis dan wangi. Bahkan ketika kami sekaluarga
menginap di rumah Bimo, Rosa selalu tampil cantik di rumah.
“Kamu
beruntung Di punya istri Yuni, seorang ibu yang pinter mendidik anak,
telaten melayanimu dan bisa setiap saat bertemu denganmu, sedangkan aku
karena kesibukan Rosa, jarang punya waktu untuk menikmati saat
kebersamaan.”
“Tapi aku membutuhkan suatu terobosan besar dalam
kehidupanku yang monotan ini Bim, kalau tidak, aku ragu apakah bahtera
rumah tanggaku ini bisa diselamatkan. Kalau untuk selingkuh atau “jajan”
seperti usul teman-temanku aku jelas tidak bisa melaksanakan Bim, duh..
gimana dong ada solusi nggak?”
“Hmm… gimana kalau aku tawarkan sesuatu yang ekstrim tapiiii… nggak jadi deh, Di..” ucap Bimo ragu-ragu.
“Ayo dong Bim, lanjutin kata-katanya, aku pasti setuju deh” pintaku dengan penasaran
“Sebenarnya
aku ragu dengan usulanku ini, sangat ekstrim, namun lebih baik
dibandingkan dengan selingkuh atau jajan Di. Kamu ingat tidak saat kita
keluarga besar bertemu, Yuni dan Rosa sering salah mengira aku adalah
kamu dan sebaliknya kamu dikira aku.”
“Bener juga ya Bim, selain
papa mama, istri-istri dan anak-anak kita masih sering keliru, karena
wajah, suara, postur dan perangai kita memang bener-bener susah
dibedakan, terusss… maksud kamu apa Bim?” tanyaku tak sabar.
“Begini
Di, setelah mendengar penjelasanmu tadi tentang tidak bahagianya kamu
dengan istrimu, dan demi meyelamatkan rumah tangga kalian maka aku
berfikir bagaimana kalau sementara waktu kita saling bertukar posisi,
kamu di posisiku dan aku menggantikan posisimu.”
“ Barter atau tukeran istri maksudmu Bim”? tanyaku kaget dengan mata melotot.
“Bukan
sekedar istri namun juga barter seluruh kesehariannya, keluarga dan
pekerjaan Di, cukup satu minggu saja dan ada satu syarat yang tidak
boleh kita langgar”?
“Syarat apa tuh, Bim”?
“Kamu berjanji tidak menggauli istriku Rosa Di, dan sebaliknya aku juga tidak berhubungan intim dengan istrimu Yuni, bagaimana?”
“Baiklah
Bim kalau itu aku pasti setuju, tapi kalau boleh tahu apa alasanmu
merelakan aku menikmati berada dalam posisimu meski cuma sementara”
“Seperti
yang aku utarakan tadi Di, kulakukan ini untuk menyelamatkan kehidupan
rumah tangga kalian, dari pada kamu terjerumus ke hal-hal yang tidak
benar seperti teman-temanmu, disamping itu aku juga ingin menunjukkan
kepadamu bahwa aku pun memiliki permasalahan dengan istriku, setiap
rumah tangga pasti ada problem, yang terpenting bagaimana kita
menyikapinya”
“Baik lah mulai kapan kita mulai permainan ini Bim ??”
“Sekarang saja mumpung kita bisa bertemu Di.”
Maka
setelah kami saling bertukar informasi tentang situasi rumah, istri,
anak-anak, pekerjaan dan lain-lain maka mulailah kami bertukar pakaian,
HP dan kendaraan untuk melanjutkan keidupan sandiwara kami.Kupacu mobil
Bimo menuju rumahnya yang sementara waktu akan jadi rumahku. Ada
perasaan bimbang juga bagaimana bila Rosa, atau Farhan anaknya Bimo
mengenaliku bukan Bimo.
Sesampainya di rumah, yang membukakan pintu bukanlah Rosa melainkan Mbok Rusti pembantu setia keluarga Bimo.
Dalam foto-foto yang dipajang di dinding nampak wajah cantik Rosa, hmm aku pasti bahagia seminggu ini menggantikan Bimo.
“Ibu belum pulang pak, bapak mau minum teh atau kopi? Makanan sudah mbok siapkan di meja makan” kata mbok Rusti.
Lega juga akhirnya ternyata mbok Rusti mengira aku Bimo
“Baik mbok, makasih,”
Belum sempat aku membuka sepatu, Farhan keponakanku, anak Bimo satu-satunya langsung menarik tanganku.
“Pa temenin Farhan maen bola ya.. trus maen kuda-kudaan”
“Sudah malam Farhan, papa capek besok saja ya?”
“Nggak mau, pokoknya papa harus temenin maen, kalau tidak Farhan nggak mau tidur malam”.
Dengan
sangat terpaksa aku menemanin keponakanku itu bermain sepuasnya.
Bayangan Yuni tiba-tiba muncul di benakku. Betapa capeknya dia selama
ini mengurus ketiga orang anakku, dia melakukannya tanpa mengeluh
sedikitpun.
Selesai bermain, aku masih harus menunggu sampai
Farhan sampai tertidur dan aku baru bisa mandi. Tidak ada lagi Yuni yang
menyiapkan handuk dan baju gantiku, aku sekarang melakukannya sendiri.
Selesai mandi aku menonton TV sambil menunggu kedatangan Rosa.
“Bapak nggak makan, pak?” sapa mbok Rusti.
“Nanti saja mbok nunggu ibu datang”
“Sebaiknya
bapak makan duluan, ibu kan biasa pulang hampir tengah malam, bapak
bisa kena sakit magg kalau menunggu ibu pulang” saran mbok Rusti
kepadaku.
Benar juga sampai jam 22.00 Rosa belum juga pulang,
akhirnya kusantap juga makanan yang sudah disiapkan mbok Surti sejak
tadi, rasanya hambar dan dingin sangat berbeda dengan masakan Yuni
istriku. Istriku pinter masak dan bikin kue, di hari libur pasti
disempatkannya membuat sendiri kue-kue yang lezat.
Akhirnya aku
tertidur juga, karena seharian capek kerja ditambah lagi menemani Farhan
main kuda-kudaan. Aku terbangun dari tidurku karena merasa kedinginan,
hmm pastes ternyata aku lupa tidak memakai selimut, biasanya istriku
Heny yang memakaikan selimut jika aku lupa memakainya.
Kulihat
disampingku tertidur seorang wanita bergaun tidur putih… Ahh hampir saja
aku berteriak ketakutan,kupikir penampakan disampingku sejenis makhluk
halus. Bergaun putih, muka pucat putih kaya topeng. Benar-benar
membuatku terkejut.
Ternyata setelah kuperhatikan lebih dekat dia
adalah Rosa. Tidurnya terlentang seperti mayat, muka pakai masker krim
yang tebalnya 1 cm ditambah irisan mentimun di matanya.
Hmm…
akhirnya kulanjutkan tidur juga, dalam hati aku berpikir apa enaknya
Bimo punya istri cantik dan seksi namun tidurnya tidak lebih dari mayat
begini, masih mending Yuni istriku yang dengan lembut dan penuh kasih
sayang memperlakukan aku di atas ranjang.
Bangun tidur tidak
kulihat Rosa disampingku. Mungkin dia sedang mandi, kudengar bunyi
gemericik shower di kamar mandi yang ada di kamar. Segera saja aku
menuju kamar mandi bawah untuk mandi. Setelah mandi aku masuk kamar dan
kulihat Rosa sedang berdandan untuk ke kantor.
“Pa… sarapan sama
Farhan ya, mama ada meeting pagi-pagi, nggak sempet sarapan. Oh ya pa,
mulai nanti malam mama ada dinas luar kota selama 1 minggu, baik-baik ya
di rumah “
Aku pun mengangguk serta beranjak turun untuk
sarapan. Saat sedang menyantap sarapan, Rosa keluar dari kamar menuruni
anak tangga, tampilannya sangat cantik, seksi dan wangi.
”Berangkat
dulu ya pa, Farhan jangan nakal ya, mbok jaga rumah baik-baik !!”
sambil menciumku ia beranjak menuju mobil meninggalkan bekas lipstick di
pipiku.
Ternyata kecantikan dan keseksiannya hanya untuk orang
lain bahkan suaminya pun tidak ada waktu untuk menikmatinya. Malang
sekali nasibmu Bimo kakakku…
Sesampainya di kantor pertama kali yang kulakukan adalah menelpon Bimo saudara kembarku.
“Bim, tidak perlu menunggu sampai seminggu, barter ini selesai di sini saja ya. Aku tidak kuat” kataku pada Bimo.
“Hahaha… sudah kuduga kamu pasti akan menyerah Di, ok lah kita bertemu siang ini di kantin biasanya”,
Aku dengar gelak tawa Bimo di ujung telepon sana.
Sesampainya
di rumah, seperti biasa dengan senyum indahnya, Yuni menyambut
kedatanganku. Melepas sepatuku, kaus kakiku, dan menyiapkan air hangat
untuk mandiku serta menemaniku makan malam. Masakan istriku yang masih
hangat terasa begitu nikmat di lidahku. Meski baru sehari aku tidak
merasakannya, serasa setahun aku tidak menikmati masakan lezat itu.
Ku
lihat bola matanya lebih dalam, kulihat sorot mata kelelahan. Istriku
ternyata begitu berat pekerjaanmu di rumah selama ini. Merawat ketiga
anakku ditambah aku yang seolah-olah menjadi anak keempatmu yang masih
serba dilayani sehingga tidak ada waktu untuk sekedar merawat tubuhmu.
Saat
selesai shalat isya berjamaah dengan istriku, seperti biasa ia meraih
tanganku untuk diciumnya dengan mesra. Ohh.. kurasakan tangan yang dulu
begitu halus kini telah berubah sedemikian kasar, dan kurus, pastilah
karena kerja kerasnya di rumah selama ini.
Kucium tangan suci
ini, bagiku ini adalah tangan suci kedua setelah ibuku. Maafkan aku
istriku, anak-anakku, aku selama ini hanya bisa menuntut ini dan itu
bahkan begitu pengecut untuk sekedar mengutarakan uneg-unegku. Selalu
membanding-bandingkanmu dengan wanita lain. Suami macam apa aku ini,
yang hanya tahu mencari uang tanpa memikirkan keluarga.
Sebelum
tidur, aku dan Yuni berdikusi banyak hal. Aku menyampaikan keluhanku
padanya dengan cara yang halus tanpa menyinggung perasaannya. Setengah
merayu dan memuji kukatakan padanya bahwa aku ingin melihat dan
menikmati tubuh indahnya, dengan memberikan sebuah hadiah yang kubeli
sepulang dari kantor tadi,
” Dek, aku punya hadiah untuk mu” kataku sambil menyodorkan bungkusan kado berwana biru. Warna kesukaan Yuni.
Dengan terkejut dan mata berbinar-binar Yuni membuka kadonya
” Wah, surprise nih mas. Boleh aku buka sekarang? ” tanyanya tak sabar.
” Ya, semoga dek Yuni suka dan mau memakainya malam ini ” kataku sambil mengedipkan mata.
Dengan
terburu-buru Yuni membuka. Roman muka yang begitu gembira ketika Yuni
melihat Adi membelikan setengah lusin Lingerie seksi pengganti daster
batiknya yang lusuh. Yuni memeluk Adi dengan malu-malu dan berkata,
“Terima kasih mas, aku pasti pakai malam ini “
Aku
juga menyarankan kepada Yuni untuk mengambil seorang pembantu rumah
tangga dari sebuah yayasan. Tujuanku agar Yuni tidak terlalu kelelahan
dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak kami. Sehingga Yuni masih
mempunyai waktu luang untuk merawat diri, kesalon, berolah raga dan
membaca buku kegemarannya.
Yuni sangat gembira sekali. Dan permasalahan dikelurga kami telah tersolusikan.
“I Love you, Yuni!” Kataku sambil memeluknya
“Terima kasih sudah menemani dan mengurus aku dan anak-anak selama ini”,
Ku kecup keningnya dan tidak terasa meleleh air mataku, telah kutemukan apa yang selama ini aku cari-cari.
Home
»
»Unlabelled
» Bertukar Istri
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment